That Promise


Judul: That Promise Chapter 1
Author: Nenden Nurpuji Hasanah @Nenden_Hasanah 
Cast: Kai (EXO-K), Thiya (OC)
Genre: Romance
Rate: T
Length: Chapter

Disclaimer: Thiya milik orang tuanya dan Tuhan YME serta milik author, Kai milik Thiya seorang *eaaa #dibakarReaders-nim. FF ini pure milik author, terinspirasi dari banyak FF dan komik yang author baca.. hehe

Ehem.. Katanya comeback.. tapi ngga pernah nge post apapun.. wuuuwuuuu...
maaf readers.. author yang cantik jelita ini sedang mati ide.. jadi FF yang lagi digarap semuanya pending.. huks... Dan setelah bertapa di dorm EXO (?) akhirnya author bisa post FF baruuu Yeeiii!!! #autis
oke deh author ngga akan banyak bacon... langsung saja pemirsaa...

Okee Happy Reading :D









Author POV       

                Namja itu menggeliat perlahan, membuka matanya dengan hati-hati, mengumpulkan kesadaranya. Ia menajamkan pendengarannya, sepi, malam itu sangat sepi, hanya terdengar suara detik jam weker yang terletak di meja nakas sebelah tempat tidur. Ia bangun dari tidurnya dan duduk, diperhatikannya sekitar, ruangan yang sangat asing baginya. Ia coba meraba sepreinya, seprei beludru berwarna soft pink yang halus, bukan sprei tempat tidurnya, matanya berkelana ke segala sudut ruangan itu, tembok berwarna crème dengan wallpaper motif bunga, serta tatanan meja dan lebari serta korden yang rapih, asing baginya. Ini bukan kamarnya. Ia merasa heran, kenapa ia ada disini…

Author POV end

Kai POV

                Aku turun dari tempat tidur ini, meluruskan badanku, aku berjalan perlahan menuju lemari dengan kaca besar. AKu berdiri didepannya, kulihat pantulan diriku didalamnya. Aku menyentuh pantulan diriku di cermin. Wajahku, yang terlihat pucat. Entah kenapa aku masih belum menyadari, dimana aku sekarang..
                “Eunghh..” suara itu mengejutkanku. Aku menoleh, mencari asal suara itu. Kulihat sesuatu yang bergerak dibalik selimut, aku mendekatinya, kudapati seorang yeoja yang tertidur.
                “Siapa?” batinku.
                Aku mendekatinya dan memperhatikan wajahnya. Tidurnya pulas, tapi raut wajahnya terlihat gelisah.
                “Neomu Yeppo” Gumamku entah kenapa.
                Aku tak mengenal yeoja itu. Tapi ketika melihat wajahnya, aku merasa tenang. Tapi, siapa dia.
                Aku mendudukan diri disebelah tempat tidurnya, mensejajarkan wajahku dengan wajahnya. Tanganku bergerak membelai rambutnya yang jatuh di dahinya, merapikannya. AKu menikmatinya, aku menikmati memperhatikan tiap lekuk wajahnya. Wajah tidurnya yang tenang, tapi entah kenapa menyimpan kegelisahan. Meski aku tak tahu, siapa dia.
                “hhiks.. hiks” Terdengar isakan kecil lolos dari bibirnya. Aku terkejut. Segaris airmata jatuh membasahi pipi lembutnya. Tunggu, dia menangis.. kenapa dia menangis?
                “Hiks.. K..kai.. hiks” ucapnya disela isakannya. Namaku. Gadis ini memanggil namaku. Tapi kenapa dia menangis?
                KLOTRAK!
                Aku melihat Sesutu yang jatuh dari dekapannya. Sebuah benda persegi panjang. AKu memungutnya, kulihat sesuatu yang ada didalamnya. Potret diriku, dengan dia disampingku, kami berdua sama-sama tersenyum bahagia. Ia berdiri di sebelah kananku, dan tangan kananku memeluk pinggangnya. Senyumnya mengembang, manis sekali. Begitupun aku. Kita berdua terlihat bahagia dalam foto ini. Seperti sepasang kekasih.. Sepasang kekasih?
                Tes..
                Aku merasakan sesuatu membasahi pipiku. Tubuhku kaku, aku merasa sesuatu menghujam jantungku. Segera kuremas dada bagian kiriku. Sakit. Aku segera mengangkat kepalaku dan menatapnya kembali. Tanganku bergetar saat kembali menyentuh ujung kepalanya.
                “Thi..ya..?” ucapku bergetar sejalan dengan airmata yang makin deras membasahi pipiku.
                Tapi nihil, tanganku tak bisa menyentuhnya. Kenapa? Sesaat tadi aku bisa menyentuhnya. Tapi kenapa sekarang aku tak bisa menyentuhnya..?

~~~~~

                Aku duduk di ujung ruangan ini, kulihat ruangan ini semakin terang. Sebuah cahaya menyusup masuk melalui celah korden dan ventilasi udara. Aku merasakan tubuhku masih gemetar. Kurasakan juga mataku pedih.
                Aku melihat dia terbangun dati tidurnya, dan duduk. Kulihat dia menunduk, mengusap wajahnya. Tangannya bergerak meraba sekitar tepat tidurnya, ia terlihat menengok mencari sesuatu.
                “Mana..? Kenapa tidak ada?” ucapnya dengan suara parau. Kantung matanya terlihat bengkak dan memerah.
                “Huwa.. Dimana…” Ia mulai terlihat panik. Apa ini yang ia cari? Aku melirik sebingkai foto yang sedaritadi aku peluk. Aku menyimpannya di lantai sehingga menimbulkan bunyi yang membuatnya terkejut. Matanya menatap ke arahku menjatuhkan benda itu, ia segera bangkit, terlihat tergesa dan turun dari tempat tidurnya.
                “Ah.. ini dia.. syukurlah..” katanya setelah mengambil benda itu. Kulihat ia tersenyum, senyuman yang hampa.
                Ia berjalan pelan menuju cermin besar di lemari bajunya, setelah menyimpan foto itu di meja nakas. Tunggu.. Kenapa ia tak menyapaku? Apa ia tak melihatku? Tidak mungkin.,. Hei.. Thiya.. aku disini… Thiya…
                Aku bergerak hendak menyentuh bahunya, tapi lagi-lagi nihil.. Bahkan aku melihat dengan jelas tanganku tembus begitu saja. Tiba-tiba rasa gemetar itu kurasakan kembali. Aku berdiri dibelakangnya, memandang kearah cermin. Bisa kulihat pantulan diriku disana. Tapi kenapa ia tak melihatku?
                Ia berjalan menuju kamarmandi, dan menghilang dibalikpintu. Aku kembali menatap pantulan diriku. Tak ada yang berubah. Aku coba menyentuh benda datar didepanku itu. Bahkan aku bisa menyentuhnya. Tapi kenapa tadi…
                Sekilas kulihat sesuatu menyembul di belakangku, tepatnya di punggungku, sebuah benda besar bercahaya.. Indah. Sayap?
                Tapi ada yang aneh.. memang, sebelah kanan berwarna putih dan bercahaya, sedangkan sebelah kiri.. berwarna hitam kelam dan redup. Aku bisa melihat dengan jelas meski sayap ini masih tembus pandang dan belum terlihat seutuhnya. Kenapa?
                CKLEK!
                Aku menengok kearah pintu kamar mandi itu. Kulihat Thiya-yang baru kusadari kalau ia orang yang sangat aku sayangi- keluar dari sana dengan handuk dikepalanya. Ia berdiri di depan cermin, memeriksa matanya yang bengkak.
                “Thiya.. Kenapa kau tak menyapaku..? Padahal aku ada disini.. Thiya.. Hei Chagiya..!!” Tanyaku yang sekarang berdiri tepat dibelakangnya.
                Tak ada respon darinya. Ia masih mengeringkan rambutnya dengan handuk.
                “Thiya.. Jawab aku… Apa yang terjadi…” aku frustasi sambil terus mencoba meraih tubuh didepanku itu.
                Aku lihat dia menghentikan kegiatannya, dia diam sejenak, aku terdiam, apa dia menyadari keberadaanku? Tapi sedetik kemudian dia sudah kembali ke kegiatannya yang sempat tertunda.
                Seketika aku melemas, aku jatuh ke lantai dengan lutut yang menompang tubuhku. Aku menatap kedua telapak tanganku. Lagi-lagi gemetar.
                “Ada apa ini.. Apa yang terjadi…” aku bergetar hebat. Genangan itu kembali kurasakan di pelupuk mataku.
                “Oppa… Ini pertamakalinya aku pergi ke sekolah sendirian… “ ucapnya mengejutkanku. Ia berkata sambil merapikan dasi dan kemeja seragamnya, sambil menatap fotoku.
                “Thiya… aku disini…” Ucapku masih berusaha membuatnya menyadariku.
                “Tapi aku berjanji aku akan baik-baik saja, oppa.. Aku bukan anak kecil lagi seperti yang selalu kau kira itu, Kai oppa” lanjutnya.
                “Ya! Kau tak bisa pergi sendiri!” Kataku, aku masih ingat betul dulu ia menangis di tepi jalan karena dijahili anak-anak nakal. Tunggu, kenapa aku meresponnya?
                “Aku berangkat ke sekolah dulu, ne? Aku berjanji sepulang sekolah nanti aku akan mengunjungimu, Kai oppa..” ucapnya lagi dengan senyum yang.. tulus.. tapi terlihat menyakitkan.
                “Thiya… aku disini, kenapa kau mau berangkat sendiri.. Kau tak bisa berangkat ke sekolah sendirian… Lagi pula, apa maksudmu mengunjungiku? Jelas-jelas aku ada disini!” Ucapku frustasi. Aku kesal, aku tak mengerti apa yang terjadi.
                Kulihat mata Thiya yang masih bengkak dan sembab, wajahnya tersenyum, tapi senyumnya tak bisa menyembunyikan kesedihannya.

~~~
Author POV
                Kai mengikutinya dari belakang, Thiya berjalan hati-hati, dirinya masih trauma dengan gangguan-gangguan yang menimpanya, sebelum Kai dating dan menemaninya kemanapun ia pergi, dan melindunginnya. Tapi kali ini ia harus menghadapi semua sendiri. Kai masih belum menyerah, ia masih berharap Thiya menyadari keberadaannya.
                “Thiya-ah!” Panggil seorang yeoja yang seketika itu langsung merangkul tubuh Thiya.
                “Selamat pagi, Rei!” Thiya meresponnya dengan juga merangkul tubuh sahabatnya itu.
                Lagi, Thiya membungkus wajahnya dengan senyum, meski semua orang tahu, senyumannya itu dibuat menutupi kesedihannya. Rei yang menyadari itu hanya bisa tersenyum miris melihat keadaan sahabatnya itu.
                “Thiya-ah… gwaenchana?” Tanya Rei hati-hati takut menyakiti hati sahabatnya ini.
                Thiya hanya mengangguk dan tersenyum, kemudian mempererat rangkulannya di bahu Rei. Dan mempercepat langkahnya menuju kelas.
                “Nanti siang makan bersama, ne? AKu ingin mentraktirmuu “ kata Thiya.
                “Ah..n..ne..” Rei hanya bisa menghela nafas berat. Ia tahi sahabatnya ini sedang mencoba menguatkan dirinya sendiri.

                Sementara itu, Kai yang sedari tadi setia menemani kemanpun langkah Thiya. Tersenyum miris melihat kejadian itu. Dirasakannya kembali dada nya sesak. Sampai sekarang pun ia masih tak mengerti apa yang menimpanya.
                Tapi dalam hati, ia sangat senang bisa menyaksikan orang yang sangat ia cintai lebih dari siapapun, meski ia tak bisa menyentuhnya. Tapi ia sangat bahagia. Thiya yang sangat ia rindukan. Meski ia tetap tak mengerti apa yang terjadi.
                Ketika itu sayap kanan Kai terlihat lebih Nampak dan lebih cerah. Kai heran melihatnya. Tapi hatinya terasa lebih lega dari sebelumnya.
~~~

Kai POV
                Dan disinilah aku, memandangnya dari jauh, memperhatikan gerak-geriknya, mengamati setiap kelakuannya. AKu tak bisa menyentuhnya, hanya memandangnya, melindunginya dari jauh.
                Aku sudah mulai mengerti keadaan ini. Meski belum kumengerti seutuhnya. Yang kutahu, Aku dan dia, sudah tah bisa bersama, kami sudah beda dunia. Dan, jika kau bertanya kenapa aku masih disini, aku merasa ada sesuatu yang harus aku selesaikan, sesuatu yang harus kulindungi. Dan aku tahu, dialah yang harus aku lindungi. Seperti yang sudah kujanjikan padanya…

Flashback: On

                “Kyaaaaaa…. Toloooonggg…!! Huwaaaa Kai Oppaaa… aku takuuuut” Teriakan anak kecil itu menarikku menuju asal suaranya. Aku berlari sekencangnya kea rah suara itu, dan aku berhenti menemukan orang yang sedari tadi kucari, sedang tersudut. Didepannya berdiri dua orang berseragam, mungkin seragam SMA.
                AKu gemetar, melihatnya menangis dipojok sana. Tapi aku memberanikan diri melangkah mendekati namja SMA itu. AKu tidak takut, meski tubuhku kecil aku yakin aku bisa menolong Thiya!
                “Heh.. apa-apaan ini anak kecil! Apa urusanmu?!” tiba-tiba namja itu meremas kerah bajuku.
                “Euh.. aa..aku.. Kka..kau.. menjauh dari Thiya!” teriakku dengan keberanian yang berhasil kukumpulkan.
                “Huh.. anak kecil sepertimu berani melawan? Tubuhmu saja gemetar seperti ini” Ucap namja yang satunya.
                “Hiks.. hiks” Kulihat Thiya berjongkok sambil memeluk tasnya dan menatap dengan tatapan takut.
                “Aapa u..urusan kalian!! Kenapa kk..kalian menyerang Thiya!” aku kembali berteriak.
                “Cih.. sok pahlawan! Bisa apa kau!” katanya semakin meremas kerah bajuku kuat sehingga tubuhku terangkat.
                “Ck! Sudahlah, tak ada gunanya berurusan dengan anak kecil! Ayo kita pergi!” Kata namja satunya. Dan mereka pergi setelah melepaskan ku.
                Aku langsung berlari mendekati Thiya yang gemetar, kuraih bahunya yang bergetar hebat, matanya masih bersirat penuh rasa takut, wajahnya pucat dan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Aku menarik tubuhnya ke pelukanku.
                “Gwaenchanayo.. ada aku disini.. aku yang akan melindungiu..jangan menangis, ne?” kataku sambl mengusap kepalanya.

Flashback: Off

                Ya, itu kejadian bertahun-tahun lalu, dan aku rasa janji itulah yang membuatku tetap berada disini.
                BRUKK!
                Thiya melempar tasnya sembarangan dan melempar tubuhnya diatas tempat tidur. Aku bisa merasakan nafasnya yang tak teratur, menandakan keadaanya yang sangat lelah. Kulihat ia memejamkan matanya. Aku duduk di tepi tempat tidur, disampingnya. Aku yakn dia tak mungkin melihatku. Kulihat peluh masih membasahi keningnya. Tapi matanya terpejam dengan nyaman, meski deru nafas masih belum teratur.
                “Hhhh.. Kai oppa…” gumamnya pelan tapi masih terdengar olehku.
                “Kau mengingatku, Chagiya?” aku tersenyum sekilas.
                Aku menggerakan tanganku menuju dahinya, kucoba menyentuhnya meski kuyakin tak bisa. Tapi aku bisa merasakan keningnya. Apa?
                Aku langsung menarik tanganku, terkejut.. Aku.. bisa menyentuhnya?
                Tiba-tiba ia terbangun dan terduduk, tangannya memegang keningnya yang tadi kusentuh, kemudian dia menengok ke sekeliling. Tatapannya penuh rasa heran. Kemudian pandangannya berhenti ke arahku. Apa? Apa dia bisa melihatku? Aku mematung seketika. Cukup lama ia mengarah ke arahku, sebelum ia kembali menarik kepalanya dan kembali membaringan tubuhnya.
                “Hanya perasaanku saja.” Ucapnya sambil menutup matanya dengan tangan kanannya.
                Apa ini berarti dia menyadari keberadaanku…?
                Aku tersenyum senang, setidaknya ia masih bisa merasakanku.
                “Hiks..” aku mendengar isakan itu, aku menoleh kearahnya, kulihat setetes airmata menggenang dibalik tangan yang sedari tadi menutupi matanya.
                “Thiya… kenapa Chagiya?” tanyaku khawatir.
                “Oppa.. hiks.. kenapa ingatan kepadamu tiba-tiba dating berlimpah seperti ini… hiks.. aku sangat merindukanmu, Oppa.. hiks..” ucapnya disela-sela isakannya.
                Aku menatapnya miris, aku meremas dada bagian kiriku, kurasakan sakit yang amat sangat. Tuhan.. aku tak bisa melihatnya seperti ini. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu dipunggungku, kulihat sayap kiriku, warna hitamnya mulai makin nampak. Sedangkan sayap kananku tak berubah.. Kenapa ini?
                AKu mendekatkan kepalaku pada wajahnya yang masih tertutup tangannya itu.perlahan ku belai ujung kepalanya, dan kudekatkan wajahku ke wajahnya, ku kecup keningnya lembut.
                “Uljima.. Chagiya.. aku ada disini.. aku akan selalu bersamamu.. aku takkan membiarkanmu kesepian” ucapku.
                Ku rasakan isakanya mulai berkurang, ia membuka tangan yang menutup matanya. Dan sekarang aku dapat menatap matanya yang tepat berada didepan mataku. Kulihat mata kecilnya yang sedikit membengkak. Aku menatapnya sedih. Maafkan aku, Thiya.. sudah membuatmu seperti ini. AKu kembali mendekatkan mataku dan mengecup singkat matanya.
                “Saranghae” gumamku.
                “Saranghae.. Kai Oppa….” Ucapnya.
                Apa dia bisa mendengar suaraku?

-TBC-

gimana? Garing ? Geje?? hehehe
lagi nyoba cerita beginian nih... hehehe 
RCL yaa... biar idenya makin bagus hohoho

Komentar

  1. Waaaaa banyak typo nyaaa tuh :p
    good,d antos lanjutannya. aku hampir nangis looooh,apalagi smbl dgr lagu sammy yg itu tuh hiks
    CEPET BIKIN LANJUTANNYA!!!!!!!!!!!!!!

    BalasHapus
  2. hooohohohoho
    maaf buat typo...
    aku ngga rajin ngebersihin typo yang kepalang berserakan.. hahaha
    mangga cek, chap 2 udah di post :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer