Closer


Title : Closer 
Author : NendenNurpujiHasanah @Nenden_Hasanah
Cast : Huang Zitao (EXO-M), Rei (OC)
Genre : Romantic, Angst, Lil bit supranatural
Rate : T, PG-15  
Length : Oneshoot
Disclaimer : the cast is belongs to God and their parents, Story and plot is mine ^^

Cuap-cuap Author: Anneyong... Author ini kembali membawakan ff baruuu *prok prok prok* ff ini ko rasanya berat banget ya saya nulisnya gatau kenapa hohoho, maklum saya bikinnya di tengah-tengah UAS hahahay. Tapi semogaa readers suka yaa *emang ada yang baca?*
ehem.. ehem..saya tiba-tiba nyoba bikin genre begini, maaf kalau ceritanya maksa, anchur en ga nyambung, tapi saya bikin ini dari hati! hehe
Saya anjurkan juga baca ff ini sambil denger lagunya Girls Generation Taeyeon yang judulnya CLOSER *ketauan banget dapet judul dari situ hehe* itu tuh lagu yang jadi soundtrack drama yang author jadi pemerannya... penggulung kabel gitu maksudnya.. #plak

okelah sepertinya saya sudah banyak buachot.. sekarang mari kita mulai membaca..

Happy reading :D






Tao POV

Aku tersenyum menyaksikannya, dia, yeoja yang sangat kusayangi lebih dari siapapun, tersenyum sumringah, terlihat sangat bahagia. Syukurlah, aku masih bisa melihat senyumannya yang selalu membuatku bahagia ini. Tetapi, selalu terbesit perasaan bersalah yang besar padanya, juga hidupnya..

Flashback >>

Melindungimu
Satu hal yang selalu ingin kulakukan
Satu hal yang seperti menjadi kewajibanku di hidupku
Aku tak peduli dengan keadaan yang menentangku untuk melindungimu
Hanya satu yang aku tahu, aku tak punya pilihan lain selain melindungimu, melindungi senyumanmu..

Author POV

Yeoja manis itu mengerjabkan matanya berkali-kali, membiarkan sinar matahari memaksa masuk melalui celah kelopak matanya. Ia menggeliat pelan meregangkan otot-otot tubuhnya. Matanya melirik berkelana mencari jam weker yang terletak di meja nakas samping kiri tempat tidurnya, namun mata sayunya mendadak membulat mendapati seorang namja bermata panda yang tengah duduk di kursi kecil samping tempat tidurnya sedang memandanginya.

“GYAAAAAA!!!! TAO! SEDANG APA KAU DISINII???!!” *capslock jebol* teriak yeoja itu nyaring membuat namja bernama Tao itu menutup telinganya dengan kedua tangannya.

“Ya! Tidak bosan apa tiap pagi berteriak seperti itu, eoh?” Tanya Tao ketika ia melepas tangan yang sedari tadi menutupi telinganya ketika ia merasakan dengungan ditelingannya mulai mereda.

“Ap..apa yang kau lakukan disini? Kenapa kau bisa masuk ke kamarku??!” Tanya yeoja itu sambil menutupi dirinya dengan selimut. Padahal apa yang harus ditutupi? Mengingat sekarang ia mengenakan piyama besar yang menutupi seluruh tubuhnya.

“Kau lupa betapa teledornya dirimu ha? Tadi pagi saat aku akan keluar mencari makanan, aku dapati pintu apartemenmu tidak terkunci! Kau merasa terlalu kaya sampai-sampai pintu apartemenmu sendiri tak kau kunci?” jelas Tao bertubi membuat yeoja dihadapannya itu bungkam.

“Yah… untungnya yang mendapati pintu yang tak terkunci itu aku, coba saja jika itu orang lain? Bayangkan apa yang akan terjadi denganmu sekarang hah?” Tao berdiri dan beranjak menuju pintu.

“Segeralah mandi, Rei.. setelah itu kita bersama membeli makanan. AKu kembali ke apartemenku dulu.” Ucapnya sebelum benar-benar menghilang di balik pintu.

Yeoja bernama Rei itu menghela nafas. Ia merutuki keteledorannya sendiri. Ini bukan kali pertama ia bangun dengan cara seperti itu, Ia bersyukur Tao lah yang menemukan keteledorannya itu. Tao benar, bagaimana jika ada orang lain yang tak bertanggung jawab yang menemukan pintu apartemennya yang tak terkunci. Rei tinggal sendiri di kota ini, maka dari itu ia harus berhati-hati. Bersyukurlah ia memiliki teman dekat seperti Tao.. Teman? Ya.. hanya teman..

Rei merapikan jaketnya sebelum beranjak keluar apartemennya, ia menjumpai Tao yang sudah berdiri di depan lift. Dengan segera Rei berlari kecil mendekati Tao.

“Tak lupa mengunci pintu?” Tanya Tao.

“Ne.. aku sudah menguncinya! Gomawo Tao-ah.. kau memang teman yang baik ^^” Jawab Rei.

‘Teman ya? Haha’ Seketika itu raut wajah Tao berubah, senyumnya perlahan memudar. Miris.
.
.
.
.
“Tao, kau harus menjadi kuat…”

DUAGH!

“Aku tahu! Aku pun tahu.. Kenapa kau memutusku untuk datang ke tempat ini!” Tao memukul sasaran tinjunya dengan keras, menumpahkan kekesalannya. Kemudian ia merebahkan tubuhnya di lantai kayu itu. Ya, sekarang ia sedang berada di apartemennya, lebih tepatnya di sebuah ruangan di apartemennya yang ia sulap menjadi tempat latihannya.

Baiklah sebaiknya kita mengetahui siapa pria berwajah preman #plak tampan ini. Namanya Huang Zitao, ia berasal dari Cina, ia datang ke Korea karena ia ditugaskan mencari seseorang ditempat ini. Bukan sembarang orang yang ia cari, melainkan keturunan terakhir dari marga keluarga yang terikat dengan keluarganya, keluarga Huang. Bukan terikat, bukan juga takdir terikat, hanya saja sesuatu menyebabkan kedua keluarga ini terikat tetapi sesuatu pula menyebabkan kedua keluarga ini berpencar dan saling menghancurkan satu sama lain. Ya, saling menghancurkan.

Tao terus saja melayangkan tinjunya pada sasaran yang tergantung dihadapannya, sesekali kaki kekarnya menendang-nendang sasaran itu hingga benda itu terlepas dari gantungannya.

Ia menghela nafasnya kasar, ia melepaskan lilitan perban di kedua tangannya perlahan. Ia sedikit meringis merasakan tangannya perih.

“Ah.. tanganku lecet.. cih” ia membuang perban itu sembarangan. Dan membaringkan tubuhnya di lantai kayu itu dan mengatur deru nafasnya yang memburu. Perlahan tapi pasti ia membiarkan rasa lelah mengambil alih tubuhnya dan tak lama terdengar suara hembusan nafas yang teratur diruangan itu. Tao sudah terlelap.

Sementara di tempat lain, seorang yeoja manis bernama Rei tengah duduk didepan meja belajarnya. Ia mengamati selembar kertas lusuh di tangannya. Entahlah, ketika ia membereskan kamarnya beberapa waktu lalu, ia menemukan selembar kertas yang telah menguning dan lusuh itu. Kertas itu terlihat rapuh, samar-samar terlihat huruf-huruf yang terpatri disana tetapi gadis itu tak bisa membacanya. Tapi entah kenapa ia merasa dadanya bergemuruh seketika itu. Ia memejamkan matanya mencoba menenangkan detak jantungnya. Ia lekas menyimpan kertas itu dengan aman di laci meja belajarnya.

Ia berjalan perlahan menuju lemari yang terdapat cermin besar disana. Ia menatap pantulan dirinya, ia terdiam.

“Sampai kapan aku harus bersembunyi.. papa, mama, kenapa kalian membiarkan aku seperti ini?” Gumamnya pelan, sangat pelan mendekati lirih, mungkin hanya dia yang bisa mendengarnya.

Tak lama gadis itu melangkahkan kaki mungilnya keluar apartemen miliknya. Ia beranjak menuju pintu disebelah apartemen miliknya. Ia mengetuk pintu yang ternyata tidak tertutup rapat itu.

“Ck.. dia bilang jangan ceroboh dengan meninggalkan pintu tak terkunci.. ternyata dia sendiri sama..” Gumamnya. Ia perlahan masuk dan matanya berkelana mencari sosok yang ia cari.

“Tao..? Tao-ah dimana kau?” ujarnya sedikit berteriak. Tapi tak ada jawaban dari namja yang ia panggil itu.

Rei melangkahkan kakinya menuju salah satu pintu yang ada diruangan itu. Ia yakin sekali kalau Tao pasti ada disana. Dan benar saja, ia menemukan Tao sedang berbaring terlentang di lantai tempat itu.

Rei menghela nafas, ia mendekati namja itu. Dapat ia lihat Tao tidur dengan lelap, terlihat sangat kelelahan, keringat masih dengan jelas membanjiri permukaan kulit gelapnya. Dengan sigap Rei mengambil handuk kecil yang tergantung di sudut ruangan, dan mengusapkannya dengan lembut di pelipis namja itu. Tao menggeliat pelan, tapi ia tak membuka matanya. Ia masih larut dalam mimpinya. Ujung mata Rei mendapati luka yang ada di kedua tangan Tao, dengan sigap ia mengambil handuk lain dan membasahinya, lalu mengusapkannya ke luka itu.

“Eungh..” Tao sedikit melenguh, mungkin terasa perih.

“Ah.. mianhae..” Ujar Rei, dan setelah itu ia segera melilitkan perban di tangan kekar itu.

Rei segera membereskan alat-alat itu sebelum ia beranjak pergi dari ruangan itu.
Tapi sebelum ia benar-benar beranjak, samar ia mendengar suara perut seseorang disana. Rei terkikik pelan mendengarnya.

“Hihi, kau belum makan eoh?” gumamnya sebelum benar-benar pergi dari ruangan itu.
.
.
.
.
Mata berkantung hitam itu mengerjap pelan, sebuah aroma lezat membangunkannya dari tidurnya. Ia merasakan sebuah pagelaran orchestra di perutnya yang mengharuskannya beranjak dan mencari sesuatu untuk meredakan orchestra itu. Tapi sepertinya ia tak perlu kesulitan karena dengan mudah aroma lezat itulah yang menarik tubuhnya. Ia sadar sesuatu yang melingkar di kedua tangannya, perlahan kedua sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman.

“Rei…” Gumamnya lalu pergi keluar ruangan itu.

Rei sedang asik memasak sebelum ia dikejutkan sebuah suara.

“Sedang apa?” Tanya suara itu. Rei menengok dan mendapati Tao sedang berdiri sambil bersandar di pintu dapur.

“Kau tak lihat?” jawab Rei sekenanya.

Tao terkekeh lalu mendudukan dirinya di kursi meja makan. Ia memandangi Rei yang sedang asyik dengan eksperimen masaknya.

“Sejak kapan kau disini?” tanyanya kemudian tidak mengalihkan pandangannya dari Rei yang membelakanginya.

“Sejak.. sejak aku mendapati sebuah pintu milik orang ceroboh yang tidak terkunci, jangankan terkunci, tertutup rapatpun tidak..” Jawab Rei tanpa mengalihkan pandangannya dari masakannya.

“Hahaha…” Ujar Tao sambil mendekari Rei.

CHUP!

Dengan tiba-tiba Tao mencium pipi Rei.

“Gomawo..” Ujar Tao lirih tepat di telinga Rei, dan segera berlalu dan kembali duduk di kursi meja makan.

Rei hampir saja menjatuhkan spatula yang di pegangnya barusan, ia mematung seketika, pipinya menampilkan rona merah yang manis. Ia sudah tak berkonsentrasi pada masakannya. Sementara tanpa diketahui, di meja makan sana seorang namja pun sedang berusaha menetralkan detak jantungnya.

‘Apa yang kulakukan barusan…?!’ Rutuk Tao dalam hati.

Mereka pun makan dengan suasana canggung, tak ada yang mau memulai pembicaraan.

‘Ah.. benar juga.. aku harus menanyakan soal kertas lusuh itu.. ah, tapi nanti saja..’ gumam Rei dalam hati. Jujur saja, ia masih merasa gugup, terbukti dengan rona merah yang belum hilang dari kedua pipinya.
.
.
.
.
.

Marga Huang dan Marga Xin, dua marga yang terikat satu sama lain, mereka mengikat kuat dan hidup damai ketika sebuah bencana membuat keretakan diantara mereka.
Ketika sebuah kekuatan misterius yang diturunkan pada kedua marga ini. Pada awalnya mereka menggunakan kekuatan itu dengan damai dan adil, tetapi kedamaian itu hancur ketika sebuah hati iri dari sebuah hati manusia serakah yang menginginkan kekuatan itu sendiri, menyebabkan keretakan antara kedua marga.

Tao menutup buku lusuh yang dibacanya dan melemparkannya sembarang. Ia baringkan tubuhnya di kasur empuknya.

“Dan setelah itu ada perbedaan pendapat dan perebutan kekuatan itu, dan peperangan tak terelakan..” Gumam Tao pelan.

“Tao.. kekuatan itu ada padamu, mengalir dalam darahmu.. kau harus menjadi kuat untuk mempertahankannya..!!”

Perkataan ayahnya terngiang di kepala Tao, ia kembali menghela nafasnya kasar. Sebenarnya ia sendiri tak tahu apa yang dilakukannya sekarang. Tao hanya melaksanakan tugas dari keluarganya, Keluarga Huang, sebagai anggota termuda keluarga itu. Sang ayah selalu saja berbicara soal kekuatan itu. Tapi Tao sendiri tak pernah tahu kekuatan seperti apa. Kekuatan seperti apa yang menyebabkan peperangan bodoh ini. Setiap kali Tao bertanya pada sang ayah, jawaban yang selalu Tao dapatkan “Suatu saat kau akan tahu jika sudah waktunya”

Tao bergidik ngeri ketika mendengar cerita sang Ayah yang menceritakan bahwa dalam perang itu keluarga Xin hampir musnah karena keserakahannya. Dan sekarang hanya ada satu keturunan Xin yang tersisa, keturunan terakhir. Dan Tao ditugaskan untuk mencari keberadaanya. Bukan hal yang mudah mengingat keluarga Xin yang ahli dalam menyembunyikan diri dan mematikan aura sehingga keberadaanya sulit diketahui.
.
.
.
.
.

Rei dengan seksama masih berusaha membaca tulisan di kertas lusuh itu, dengan bantuan sebuah kaca pembesar, ia berhasil menemukan kalimat yang hampir terhapus itu. Ia membacanya pelan, dan tak lama kerutan nampak di keningnya.

“Apa artinya kalimat ini.. aku tak mengerti…” gumamnya.

Baiklah.. apa aku belum memberitahukan tentang gadis ini? Mari kita mengenalnya.. Ia bernama Rei, gadis keturunan Cina yang sudah lama tinggal di Korea. Ia tinggal sendiri-lebih tepatnya sebatang kara- ia pindah kesini karena suatu alasan kedua orang tuanya menyuruhnya pergi meninggalkan  rumah dengan alasan keselamatannya. Rei pun hingga sekarang tidak mengetahui keberadaan orang tuanya. Masih hidup atau tidak. Ia tidak mengetahuinya. Ia menjalani hidup normalnya di Korea, sampai pemuda Cina bernama Tao datang ke kehidupannya. Kehidupannya jauh dari normal, bukan, bukan maksudnya ia gila, tentu saja bukan. Tapi ia seringkali merasa sesuatu yang panas mengalir di aliran darahnya ketika ia berada dekat dengan namja itu. Ia sendiri tidak tahu apa yang ia rasakan. Tak lama mereka menjadi akrab karena selain mereka berasal dari hometown yang sama, membuat Rei nyaman berbincang dengannya. Ia hanya membiarkan semuanya mengalir dengan sendirinya.
.
.
.
.
.

“Hahah bahkan kau akan mati dengan kekuatanmu sendiri. Xin!!”

“Jangan berkata seenaknya Huang! Kau akan menelan perkataanmu sendiri!”

“Cih! Tutup mulutmu! Jika tidak ada pengganggu macam kau kekuatan itu seudah sepenuhnya menjadi milikku!”

“Jangan bicara seolah semuanya milikmu! Huang serakah!!”

Setelah itu suara dentingan pedang yang bergesekan serta suara pukulan terdengar, tak lama darah menyebar disekitarnya.

Mata Rei terbuka lebar, keringat mengalir deras disekujur tubuhnya. Apa yang ia lihat di mimpinya sangat mengerikan. Ia meremas ujung selimutnya erat, tubuhnya gemetar, nafasnya memburu. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, ia masih berada di kamarnya. Ia merapatkan selimut itu di tubuhnya, membaringkannya dan mencoba untuk terlelap lagi meski ketakutan masih menguasainya.
.
.
.
.
Tao mengetuk pintu bercat coklat itu berkali-kali, namun tak mendapat respon dari empunya pintu. Perlahan Tao mengarahkan tangannya menuju knop pintu dan memutarnya. Benar saja, pintu itu tak terkunci. Tao menggelengkan kepalanya dan segera masuk.

‘DEG’

Tao merasakan udara disekitarnya berubah ketika masuk kedalam ruangan itu. Tubuhnya bergetar, ia ingat hawa ini, tidak, ini aura.. aura yang sangat ia kenali, aura yang selama ini dicarinya, yang selama ini dibencinya, membuatnya takut, tapi pada saat yang bersamaan membuatnya rindu. Perasaan was-was tiba-tiba terlintas, pikirannya tertuju pada yeoja itu, pada Rei. Ia yakin terjadi sesuatu padanya. Ia berlari menuju kamar Rei dan segera membuka pintu itu, ia rasakan aura itu semakin kuat, ia yakin ada seorang marga Xin di kamar Rei.
Mata panda itu bergerak menyapu pandang ke sekeliling ruangan kamar itu, ia tak menemuka orang lain disana, hanya sesosok yeoja yang sedang bergelung di balik selimutnya. Tao mendekati yeoja itu dan sedikit bernafas lega, tidak ada sesuatu yang berbahaya terjadi pada Rei. Tapi ia masih merasakan aura kuat itu. Jantungnya berdetak tak karuan.

‘Ayolah… dimana kau bersembunyi.. Xin…!!’ gumam Tao dalam hati.

Tao mengalihkan pandangannya pada Rei yang bergerak gelisah dalam tidurnya. Tao mendekatinya dan mendapati Rei dengan nafas yang terengah-engah dan keringat yang mengucur di kening hingga pelipisnya. Perlahan Tao menyentuh dahi Rei, panas.

‘Apa sesuatu telah dilakukan Xin itu pada Rei?’ gumam Tao lagi.

“Tu.. Tunggu…” ujar Tao Lirih. Tiba-tiba ia teringat perkataan ayahnya kembali.

“Aura Xin akan terasa ketika tubuh mereka melemah, dan pertahanan mereka runtuh, pada saat itu kau akan merasakan auranya kuat, dan dengan mudah menemukan mereka, mudah, karena aura Xin berbeda dengan yang lain, rasanya kuat dan menusuk”

“T..Tidak mungkin!” Gumam Tao sambil menutup mulutnya dengan satu tangannya. Perlahan ia mundur dengan langkah yang bergetar.

“Re..Rei itu keturunan Xin? Ti..tidak mungkin!” Ucapnya lirih.

“Eungh..” Rei gelisah dalam tidurnya. Tao menggelengkan kepalanya kasar. Ia segera mendekat dan meraih Rei kedalam pelukannya.Ia tak peduli, didepannya kini Rei, yeoja yang dicintainya sedang tidak baik.

“Re..Rei.. gwaenchana?” Tanya Tao tak melepas pelukannya. Bisa ia rasakan tubuh dalam pelukannya itu bergetar, suhu tubuhnya panas, Tao makin mengeratkan pelukannya. Tao mencoba tenang meskipun pikirannya kalut tak bisa dihindari. Antara melindungi orang yang dicintainya atau kesetiaanya pada keluarganya.

Dengan cekatan ia membuat kompres untuk Rei dan meletakannya di dahi yeoja itu. Tao mematung disamping tempat tidur Rei. Ia sekarang tak tahu harus bagaimana. Bagaimana pun Rei adalah keturunan keluarga Xin yang selama ini ia cari. Ternyata ia berada sedekat ini. Tapi.. Tao sudah terlanjur mencintainya, mencintai yeoja itu, sebelum mengetahui kenyataanya.

Dengan segera Tao berlari keluar tempat itu. Matanya sudah memanas, ia ingin lari saja rasanya.
.
.
.
.
.
Rei tengan berjalan di sekitar taman kota. Ia mengeratkan mantelnya merasakan dinginnya cuaca musim gugur di Seoul. Kepalanya tertunduk, matanya terasa perih. Ia sendirian. Sudah berapa hari ini ia tak bertegur sapa dengan Tao, entahlah, bahkan pintu apartemen Tao pun selalu terkunci rapat. Rasanya sesak tanpa keberadaan Tao disampingnya.

Mengapa sekarang jantungnya selalu berdegup kencang. Bukan karena berdebar-debar, tetapi karena Rei merasakan sesuatu, sesuatu yang membuatnya merasa takut tanpa sebab, kerap kali ia bermimpi tentang peperangan itu lagi, kerap kali terulang. Seringkali ia bangun dalam keadaan takut. Perasaan akan kehilangan sesuatu selalu singgah dalam hatinya.
.
.
.
Kekuatan itu akan tumbuh dengan sendirinya di tubuh putra Huang, kekuatan itu akan kekal, dan mengalir dalam darahnya. Tak ada yang akan menyangkalnya, siapapun itu. Satu hal yang akan membuatnya melemah, satu hal yang tak akan terpengaruh…

Tao menatap robekan halaman di buku itu, terlihat jelas bekas robekan disana.

“Ck! Dasar buku usang!” Tao melemparkan buku itu di sebelahnya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, Perasaan itu kembali, perasaan kesal, karena ia sama sekali tak bisa melindungi orang yang dicintainya. Ia merasa seperti pengecut, Ia membencinya, ia membenci dirinya sendiri.

Cklek~

Tao membulatkan matanya mendapati seorang yang tidak asing berdiri didepan pintu apartemennya. Seorang lelaki paruh baya bertubuh tinggi tegap, sorot matanya tajam dan mengintimidasi. Garis wajahnya dingin, mungkin setiap orang yang melihatnya tak akan berani menyapa karena takut.

“Pa..papa..” Tao berujar tetapi tatapannya tidak berpaling dari sorot mata itu.

“Apa kabar.. Anakku Huang Zitao?” ucapnya tegas.

“Kenapa.. kenapa papa ada disini?”

“Jangan bertingkah bodoh, Zitao.. Papa tahu kau sudah menemukannya kan?”

“Ti..tidak.. a..aku belum menemukannya..” Tao berusaha menahan suaranya yang bergetar karena gugupnya.

“Cih! Anakku sudah berani berbohong padaku…” Sang ayah perlahan melangkah mendekati Tao.

“A.. aku tidak berbohong.. papa.. sungguh.. aku belum menemukannya!”

“Ck.. baiklah kalau begitu..papa masih memberimu kesempatan” Ucapnya dingin sambil beranjak pergi.

“Tapi jika aku mengetahui kau benar-benar berbohong.. kau akan menerima konsekuensinya, Zitao..” Sambungnya sebelum benar-benar pergi.

GLEK!

Tao menelan salivanya sulit, ia menatap nanar punggung tegap itu menjauh. Ia segera berlari keluar apartemennya setelah memastikan ayahnya sudah benar-benar pergi.

“REI!! REI…!!!” Tao memanggil-manggil Rei setelah masuk ke apartemennya. Tapi tak ia temukan yeoja itu. Sekarang pikiranya dipenuhi Rei, hanya Rei.

Tao berlari keluar matanya mencari keberadaan Yeoja itu, ia tetap berkonsentrasi merasakan auranya.

“Rei!” Pekik Tao ketika ia menemukan Rei duduk di kursi dibawah pohon yang daunnya mulai berguguran.

Tanpa basa-basi Tao langsung meraih tubuh Rei, membawanya kedalam pelukan hangatnya. Mendekapnya erat, tak ingin Rei lepas sedikitpun darinya.

“Ta.. Tao.. ada apa?” Rei yang belum sepenuhnya mengerti keadaan ini hanya memasang tampang cengo secengo cengonya cengo.

“Mi..mianhae.. Mianhae Rei… Jeongmal Mianhae..” Ujar Tao tertahan seraya mengeratkan pelukannya.

“I..iya tapi.. kenapa?” Tanya Rei masih tidak mengerti.

“Aku.. aku akan melindungimu…Aku akan selalu bersamamu..” Ujar Tao lembut sambil mengelus surai hitam Rei.

Rei tetap tak mengerti, tetapi ia mulai melingkarkan kedua tangannya di punggung Tao, membalas pelukan namja itu. Ia tidak tahu kenapa ia membalasnya hanya saja ia merasa perlu melakukannya.
.
.
.
.
.
Rei baru saja keluar sebuah mini market di ujung jalan, membawa satu pelastik besar berisi keperluan sehari-hari. Ia pergi sendiri setelah meyakinkan Tao bahwa ia hanya pergi ke minimarket ujung jalan, meskipun sedikit sulit meyakinkan namja itu, tetapi dengan sedikit perkataan dan senyum lembut Rei akhirnya Tao luluh dan ia bisa pergi sendiri.

“Maaf mengganggu, nona XIN..” Rei menoleh mendapati seorang namja bertebuh tegap dengan raut wajah datar dan tatapan mata tajam. Ia bergidik ngeri. Bagaimana ia mengetahui namanya, padahal selama ini ia menyembungikan nama marganya itu.

“Lama tidak bertemu, ternyata kau sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik seperti ini…” Ucapnya sambil berjalan mendekan kearah Rei.

“Si..siapa kau?” Rei memberanikan diri bertanya meski rasanya tubuhnya bergetar karena takut.

“Hm.. apa anakku benar-benar berbohong padaku?” Jarak antara mereka makin menipis. Rei ingin lari, tapi ada sesuatu yang menahan kakinya untuk bergerak.

“A..apa yang kau mau?”

“Cih.. lihat betapa liciknya marga Xin.. teganya mereka membiarkanmu sendiri, anak manis?” “Sepertinya apa yang terjadi dengan ayah dan ibumu membuatmu sendirian seperti ini..”

“A.. apa maksudmu?! Apa yang terjadi dengan ayah dan ibuku?” Tubuh Rei bergetar hebat, ia merasa sangat takut, ia mati-matian menahan air asin yang sudah memaksa keluar dari pelupuk matanya.

“Kau pasti sudah tahu kan Xin Mi Rei? Sebagai mana kau mengenal baik anakku.. Huang Zitao..”

“Hu.. huang?” “Tao.. pu..putra Huang?” Perkataan itu dengan lancar keluar dari mulut Rei, seketika itu kepalanya kembali memutar kejadian peperangan yang selama iti menghantuinya. Terngiang nama Huang dan Xin. Ia makin bergetar.

“Kau sudah mengingatnya..? Anak pintar.. keturunan Xin memang pintar.. membuatku ingin segera menghancurkannya…” Terlihat seringian penuh di wajah namja paruh baya itu. Dengan segera ia mendekati Rei dan mencengkeram kedua pipinya. Rei dapat melihat kebencian yang sangat di sorot mata namja itu, Tubuhnya kaku tak dapat bergerak. Ia memejamkan matanya menghindari sorot mata itu, airmata yang ia tahan akhirnya tumpah. Ia sudah tidak bisa melawan, perasaan takut itu menguasai dirinya.

‘Pa..pa.. mama.. selamatkan aku..’ gumamnya.
.
.
.
.
.
Tao merasa tidak tenang, beberapa saat lalu Rei meminta izin untuk pergi, ia sudah memaksa untuk mengantarkannya, tetapi Rei menolaknya dengan alasan Tao pasti lelah setelah berlatih dan menyuruhnya istirahat. Dengan berat Tao mengizinkannya mengingat Rei itu keras kepala. Tapi sekarang Tao merutuki dirinya sendiri karena telah mengizinkannya. Ia melihat jam dinding menunjukkan pukul 20.45,Ini sudah hampir satu jam tapi Rei belum juga kembali.

“A..apa ini?” Mata Tao terbelalak. Kini ia berada di luar apartemen dan yang ia saksikan semuanya membeku, diam tak bergerak, seakan waktu berhenti.

“Pa.. papa..!” Tao sadar itu kekuatan sang papa, kekuatan yang turun temurun itu, kekuatan yang menyebabkan peperangan itu. Ia berlari tanpa arah, berusaha mencari keberadaan Rei. Ia merasakan firasat buruk. Samar ia merasakan aura Rei semakin lama semakin teasa kuat. Menandakan Rei sedang dalam keadaan yang lemah sekarang.

“Rei!” Tao menghentikan langkahnya mendapati pemandangan dihadapannya. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sediri, Rei ambruk ditangan ayahnya. Tubuhnya refleks bergerak menuju yeoja itu dan menangkapnya sebelum tubuh rapuh itu menyentuh aspal. Tao merengkuhnya erat. Ia masih dapat merasakan nafas Rei, ia sedikit tenang, Rei masih hidup. Tapi ia merasa kesal, bersalah, ia mengingkari janjinya untuk melindungi kekasihnya itu.

“Kau ingat apa yang ku bilang, Zitao? Kau sudah membohongiku dan ini balasan untukmu.” Ujar namja tegap yang sedari tadi berdiri menyaksikan momen TaoRei itu.

“Pa..papa.. kenapa.. kau melakukan ini..?”

“Sudah jelas karena dia keturunan Xin yang harus dihancurkan…”

“Kenapa.. mereka harus dihancurkan…”

“Kau masih bertanya hal itu?”

“Aku benci padamu, papa!” seketika itu Tao langsung melepaskan tinjunya dan berhasil mendarat di pipi sang ayah.

“Anak bodoh!” kemarahan sang ayah sudah sampai di ubun-ubun. Matanya berkilat marah. Dan pertarungan ayah anak itu tidak bisa terelakkan.
.
.
.
.
Tao terbaring lemah di aspal itu. Darah bercucuran di keningnya. Ia menatap penuh benci kearah namja didepannya yang tak kalah mengenaskan darinya.

“Zitao”

Tao masih mengatur nafasnya.

“Aku tidak ingin melakukannya lagi padamu. Sekarang terserah padamu.” Sang ayah bertubuh tegap itu bangkit dan mendekati putranya itu.

“Jika kau ingin ia terlepas dari beban ini, buatkah ia melupakan semuanya. Melupakan bahwa ia keturunan Xin, dan melupakan bahwa ia pernah bertemu denganmu.”

“Ta..tapi..”

“Kau ingin melihatnya menderita?” Tao menggeleng lemah.

“Lakukanlah, Tao..”

“Tapi.. bagaimana caranya?”

“Kekuatanmu. Kau tahu kekuatan itu ada dalam dirimu. Sekarang itu akan berguna. Buatlah dia bahagia dihidupnya. Jangan membuatnya mengingat semua ini.”

Tao memejamkan matanya, mengatur hela nafasnya yang memburu, mengatur detak jantungnya yang menggebu. Perlahan terlintas sesuatu di pikirannya. Pembekuan waktu.. dan.. penghentian ingatan. Kekuatan turun temurun yang menyebabkan peperangan itu.

Tao berjalan mendekati Rei, Ia memeluk yeoja itu penuh kasih sayang. Perlahan Rei mulai sadar. Mata Rei terbelalak sempurna refleks ia mendorong Tao melepaskan pelukannya. Ia memberontak, tangisnya pecah, hatinya sesak, ia sudah tahu semuanya. Huang dan Xin, bagaimana mereka terpencar dulu.

“Tenanglah, sayang.. tenang” ujar Tao masih berusaha memeluk Rei, meredam tangis yeoja itu.

“Kembalikan keluargaku! Kembalikan ayah dan ibuku..!!” Ujar Rei seraya memukul dada Tao membabi buta. Dengan sekali hentakan tenaga kuatnya Tao membawa Rei ke pelukannya. Ia mengelus rambut Rei lembut.

“Dengarkan aku Rei.. mulai sekarang kau akan bahagia, kau akan hidup tenang, tidak ada yang mencarimu, tidak ada yang mengejarmu, kau akan hidup seperti manusia lainnya, berbahagia, tersenyum.” Ujar Tao lembut. Tak ada jawaban dari Rei, hanya terdengar isakkan pilu dari bibirnya. Tao mengeratkan pelukannya.

Tao merenggangkan pelukannya, ditatapnya wajah cantik itu, jari-jarinya bergerak pelan di pipi yeojanya itu. Perlahan wajahnya mendekat, mengecup dahi itu lembut.

“Saranghae.. Wo Ai Ni.. Xin Mirei..” Dengan itu, Tao meletakkan telapak tangannya pada dahi Rei, mata Tao memejam, mengumpulkan kekuatannya, ia merasakan aliran panas di darahnya. Air mata Rei mengalir deras. Mata Tao pun berair, ia ikut menangis. Tanpa Tao sadari sang ayah yang sedari tadi menyaksikan mereka dibelakang, juga meneteskan air matanya.

“Selamat tinggal, Xin.” Gumam sang ayah dalam hati.

Tao membuka matanya dan sedikit mencengkeram kepala Rei, mengambil seluruh ingata Rei tentang kehidupannya selama ini, mengosongkan ingatan Rei untuk kehidupannya dimasa depan, seketika itu Rei ambruk dipelukan Tao, dengan jejak air mata yang belum mengering dipipinya, Tao kembali memeluknya erat.

“Maafkan aku.. Selamat tinggal, Rei…”

Dan benda-benda yang diam membeku itu kembali bergerak. Waktu kembali berjalan dengan biasanya. Kejadian tadi tentu saja tak disadari orang-orang sekitar. Semua kembali ke semula. Normal. Seperti sediakala. Hanya satu yang tak kembali, Rei untuk Tao.

Melindungimu
Satu hal yang selalu ingin kulakukan
Satu hal yang seperti menjadi kewajibanku di hidupku
Aku tak peduli dengan keadaan yang menentangku untuk melindungimu
Hanya satu yang aku tahu, aku tak punya pilihan lain selain melindungimu, melindungi senyumanmu..

Flashback OFF<<<<<<

Tao POV

Dan sekarang aku disini, mencuri pandang dari celah pintu ber cat putih ini. Aku dapat menyaksikan dia didalam sana, tersenyum manis dalam balutan gaun putih yang indah. Tawa ceria itu tetap terukir indah di wajahnya. Ia terlihat bahagia. Aku tersenyum tetapi juga menangis dalam diam. Aku disini, benar-benar akan melepaskan yeoja yang aku cintai. Dia sudah menemukan cintanya.

Rei POV

Aku memandang takjub pantulan diriku di cermin besar ini. Gaun putih indah ini membuatku terlihat cantik. Rona merah di wajahku terlihat. Ya aku akui aku cantik.. hehe

Aku berada disini sekarang. Beberapa jam lagi aku akan mengikat janji dengan namja yang aku cintai. Aku bahagia. Sangat.

Author POV

Yeoja itu tertunduk. Senyumnya memudar setelah semua orang pergi meninggalkannya di ruang rias ini. Air mataya akhirnya turun. Menggambarkan keadaan hatinya.

“Huang Zitao..” Gumamnya lirih.

Seorang namja mengenakan tuxedo hitam masuk keruangannya dan mendekatinya. Perlahan mengelus surai calon isterinya itu.

“Pergilah..” Ucapnya.

“Ne?” Rei mendongak menatap calon suaminya itu.

“Pergilah Rei.. kembalilah padanya… aku tidak bisa memaksamu mencintaiku..” ujar namja tampan itu lembut sambil mengusap pelan pipi Rei.

“Apa maksudmu…? Aku mencintaimu…” ujar Rei. Namja itu menggeleng. Ditangkupnya pipi yeoja itu dengan kedua tangannya. Memaksanya untuk menatap matanya.

“Aku tahu kau mencintaiku, tapi hatimu bukan ada padaku. Hatimu jauh berada di sana. Di namja yang sangat kau cintai dan benar benar kau cintai. Kembalilah padanya, Rei.. berbahagialah..” Ucapnya lembut dan bijak. Rei terisak, mata indahnya menggenang dan air itu terjun di pipinya. Rei menghambur ke pelukan namja di hadapannya itu.

“Go.. Gomawo… Gomawo.. jeongmal gomawo…” Ucap Rei ditengah isakannya. Namja itu balas memeluk Rei. Kemudian melepaskannya segera.

“Nah.. pergilah.. aku yang akan mengurus semua ini.. aku melihatnya ada di halaman depan tempat ini.”

“A..apa?” Tanya Rei tak percaya.

“Huang Zitao, namja itu.. aku melihatnya barusan keluar dari gedung ini.. Pergilah, kejarlah dia sebelum jauh..” Tanpa pikir panjang Rei segera beranjak dari ruangan itu, mengangkat gaun bagian bawahnya agar tidak menghalangi langkahnya.

“Selamat tinggal Rei.. aku mencintaimu. Berbahagialah” Ucap namja itu selepas Rei pergi dari ruangan itu.
.
.
.
.
.
Tao melangkahkan kakinya keluar gedung itu. Ia menuruni tangga dan beranjak menuju halaman gedung mewah yang dalamnya sudah didekorasi sedemikian rupa indahnya. Hatinya terasa berat, dadanya sesak. Ia meremas baju bagian kirinya menahan sakit itu. Ia mencoba menulikan pendengarannya dari riuh orang-orang disekitarnya. Benar-benar akan melupakan cintanya itu. Ia berjalan semakin jauh.

“Tao!” Langkah Tao berhenti, selintas tadi ia mendengar suara Rei memanggilnya. Ia tersenyum miris.

“Tidak mungkin..” Gumamnya dan segera melanjutkan langkahnya.

“HUANG ZITAO…!! TUNGGU..!!!” ia mendengar suara itu lagi. Akhirnya ia menghentikan langkahnya dan membalikan badannya. Matanya membulat mendapati seorang yeoja cantik dengan gaun yang dipakainya berlari kearahnya. Tao bisa melihat ia sedikit kesulitan mengingat gaun itu sangat besar. Tao masih terpaku dalam posisinya.

“Tao!”

Tao tersadar dari keterkejutannya dan segera mendekat kea rah yeoja itu. Ia segera memeluknya ketika yeoja itu tepat berada dihadapannya.

“Tao.. hiks.. kumohon.. jangan pergi.. hiks..” ucap Rei tertahan.

“Ah.. eh.. kenapa…?” Sepertinya Tao masih belum mengerti dengan semua ini.

“Huang Zitao!” Rei menatap dalam mata Tao, tak ada yang berubah. Ini tetap Tao yang dulu, Tao yang sangat dicintainya.

Tao menatap wajah cantik itu, mengelusnya pelan lalu tersenyum. Ini bukan mimpi, Rei benar-benar ada dihadapannya.

“Kenapa.. kenapa bisa.. bukannya.. aku sudah…” Rei menghentikan perkataan Tao dengan meletakkan telunjuknya di depan bibir Tao.

“Satu hal yang tidak akan terpengaruh kekuatan itu adalah.. Ketika seorang Huang yang terlanjur terikat dengan seorang Xin. Ketika hati mereka terikat dengan kuat, maka kekuatan itu takkan berpengaruh padanya. Namun jikalau berhasil perasaan dan hati mereka yang telah terikat dapat meleburkan kekuatan itu sendiri…” Ujar Rei. “ Itu yang dikatakan sobekan kertas terakhir..” Lanjutnya.

“Ah… apa..” Tao terlihat masih mencerna kalimat itu.

“Aku mengerti sekarang. Tentang kekuatan itu, tentang semuanya. Kekuatan itu ada karena Huang dan Xin saling terikat bukan? Mereka ditugaskan untuk menjaga kekuatan itu, tetapi seorang yang memiliki hati serakah menghancurkan semuanya, ia ingin memiliki kekuatan itu sepenuhnya, sehingga berakhir seperti ini, kekuatan itu menjadi mengerikan” Rei tertunduk.

“Tapi.. ada hati Huang dan hati Xin yang terikat kembali, maka kekuatan itu akan dibersihkan. Sepertinya kita memang dipertemukan untuk ini.. Tao..” Suara Rei merendah. Matanya kembali berkaca-kaca, matanya menatap dalam jauh ke mata Tao.

Tao memeluk erat Rei, tak akan membiarkan Rei pergi lagi darinya.

“Wo ai ni, Xin Mirei.. ah.. bukan.. Huang Mirei…”

“hihihi… Wo ye ai ni, Huang Zitao…”

“Pengantin pria sebenarnya ada disana….” Pekik sebuah suara yang menghentikan momen Taorei itu, Mereka berdua melirik ke sekeliling dimana semua tamu undangan tengah mengelilingi mereka dengan tatapan tak percaya.

Rei mendapati sosok (mantan) calon suaminya mendekat kearah mereka berdua. Lelaki itu menepuk pelan bahu Tao.

“Berjanjilah untuk bahagiakan dia. AKu sangat menyayangi yeoja ini.” Ujarnya.

“Ne, aku berjanji. Aku akan selalu disampingnya. Aku takkan membiarkan dia pergi dariku sedetik saja..” Ucap Tao mantap.

“Aku pegang janjimu, Huang Zitao.. Ehm.. ini..” lelaki itu menyerahkan sebuah kotak kecil berlapis beludru merah. Tao menerimanya, dan ia membukanya, mendapati sebuah cincin berlian putih didalamnya.

“Itu cincin yang akan mengikat cinta kalian. Berbahagialah, Huang Zitao, Xin Mirei…” Namja itu tersenyum tulus. Rei menatap tak percaya pemandangan itu. Genangan air mata bahagianya tak bisa ditahan. Lalu ia menghambur (lagi) kedalam pelukan hangat Tao.

Mereka kembali bersama, terikat satu sama lain. Tak ada yang menginginkan peperangan itu terjadi, tak ada yang menginginkan kekuatan itu. Mereka hanya manusia biasa, kekuatan sesungguhnya ada dalam diri mereka sendiri, jauh didalam hati mereka, jauh kedalam perasaan mereka.

Pada akhirnya kekuatan itu hanyalah bentuk tolak ukur manusia, berakhir dengan sifat serakah manusia. Bagaimana mereka dapat menjaganya, menjaga sesuatu yang ditujukan untuknya.

END






Huaaa maaf jadinya beginiii
saya jadi ikutan galaauuu huweee
*gigit meja*
tapi tetep RCL yaa readers tercintahhh

kecup mesraa dari author cantik..
MUUACHH!!



Komentar

  1. huweeeeeeeeeeeeeeeeee bacanya nangis :'( huweeeeeeeeeeee bagus bgt tapi tragis huweeeeeee :'(
    kebayang banget ff nya hiks #nangis se ember :( huweeeeee..... di tunggu ya the next ff dengan cast yang sama #ngarep hahaha biarin :P
    huwwwwwwwwwwweeeeeeeeeeeeeeeee :( !!!
    #nangisnya gk berenti sampe satu taun
    #lebay
    hahahaha tapi ciyus nden bagus bgt konfliknya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. mu'ucih ea *mendadak alay
      hehe makasihh komentarnya.. tunggu ff berikutnya hehe

      Hapus
  2. hai aq ipunk_sehunara aq comment yah wah daebak jjr aq mewek pasir wwkwwk eh btw kpan ff sang ki sma sehun di posstssstttttt eeeeooooonnnnnn ?????

    BalasHapus
    Balasan
    1. ngga romantis lu mewek pasir hehehe ff sehun sang ah nya masih proses yah saeng
      gomawo udah baca :D

      Hapus
  3. Wow! Rei ternyata msh inget ya! Tapi jadi penasan Eon, kekuatan keluarga Xin apa ya? Hehe, jadi kepo sndiri :D Oh iya, good job Eonnie! Theme Blog'a jg bagus, jd yg baca ga bakal sakit mata kesilauan, kaya kl lg ngeliat Yi Fan Oppa :v

    BalasHapus
  4. Hahahayy aduuhh aku jadi terharuu masaa buka blog banyak komen darimuuhh ahahhaa makasih banyaaakk

    BalasHapus
  5. Aaaa ff nya so sweet bangett...daebak author....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer