Feel Like a Fool
Title
: Feel Like a Fool
Author
: Nenden Nurpuji Hasanah (@Nenden_Hasanah)
Main
Cast : Kris EXO-M, Choi Sha Na (OC)
Genre
: romance, hurt, angst
Rate
: T (PG-16)
Length
: Oneshoot, ficlet
Disclaimer
: The casts belongs to God and their parents, the story is mine, some from true story
Cuap-cuap Author:
Just read :D
Happy reading.. :D
All
is Sha Na POV
21
Mei 2013. Tanggal dimana semuanya terbuka. Dimana semua yang tertutup,
tersembunyi -atau sengaja disembunyikan- menyeruak keluar memberitahukan
kebenaran yang sebenar-benarnya. Kebenaran yng seharusnya aku ketahui lebih
awal, tetapi malah aku yang paling terakhir mengetahuinya –atau tepatnya
sengaja disembunyikan padaku-.
Aku
tidak menyalahkan siapapun yang memang menyembunyikannya, aku tahu alasan logis
kenapa mereka menyembunyikannya dariku, karena mereka tidak ingin menyakitiku
kan?
Yang
membuatku risau adalah, ‘sesuatu’ yang disembunyikan itu justru –mungkin-
menyembunyikan sesuatu yang lain padaku. Dan aku tak tahu dan tak ingin tahu
apa yang sebenarnya ia sembunyikan itu.
Hanya
merasa seperti orang bodoh, membiarkannya mengalir padahal tidak mengalir
seperti yang kuanggap.
Kukira
semuanya tenang dan damai, sampai semuanya terbuka.
Hei,
ini bukan drama yang segalanya terasa mudah dan memungkinkan bagi sang tokoh
utama. Ayolah, ini kehidupan nyata.
Dan
hanya merasa seperti orang bodoh, bagaimana ‘ketidaktahuanku’ menjadikanku buta
akan kebenarannya.
.
.
.
.
Kris.
Pertamakali aku mengenalnya ketika hari pertama masuk universitas.
Aku
langsung terpesona padanya.
Bagaimana
tidak?
Dia
tinggi, tegap, dan tampan tentunya.
Just
feel love at first sight, i think.
Awalnya
kurasa seperti itu, tetapi itu sepertinya terus berlanjut. Berlanjut hingga
saat ini, 1 tahun 7 bulan sejak saat itu.
Ya,
aku menyukainya, ah aku mencintainya hingga saat ini. Dan selama itu aku tidak
merasakan apapun selain hanya mencintainya. Aku tiak pernah menyatakannya.
Hanya aku tak tahu bagaimana awalnya ia mengetahui kalau aku menyukainya.
Kris
mengetahui hal itu. Dan dia tidak memberikan reaksi apapun, tidak menolak, tidak
menjauh, dan tidak meresponnya.
Hubunganku
dengannya tetap sebagai teman. Lebih tepatnya hanya saling kenal. Karena aku
memang tidak terlalu akrab.
Kegiatanku
hanya melihatnya dari jauh, sesekali mencuri pandang padanya. Dan menetralkan
detak jantung ketika ia tersenyum padaku, atau mengajakku mengobrol, meskipun
hanya sebentar. Hal kecil yang ia lakukan padaku seperti hanya menyapa, atau
tersenyum tipis dan singkat, itu saja sudah membuatku senang. Sangat senang.
Setidaknya sukses membuatku melayang. Ah, namanya juga kasmaran.
You
can feel it if you in love, isn’t it?
Dan
aku pun memulai langkah, sedikit langkah agar makin mendekatkanku padanya
–modus-.
Aku
mulai lebih sering mengirim pesan padanya, memanggilnya padahal tak ada sesuatu
yang akan dibicarakan. Yah, meskipun itu tak mengubah keadaan dan tak
mendapatkan hasil apapun. Modus gagal.
Selalu
begitu, tetapi aku menikmatinya. Aku menikmati setiap detiknya, bagaimana
rasanya fikiran itu selalu tertuju padanya. Aku menikmati waktu ketika aku mencuri
pandang padanya hanya untuk mengagumi mahakarya Tuhan itu.
Dan
aku senang ketika mengetahui kalau ia tahu aku suka padanya. Meskipun awalnya
aku takut, jika kemungkinan ia menjauhiku atau apa. Tapi tidak, ia tetap ia
yang biasanya. Dan aku senang. Setidaknya aku bisa tetap seperti ini padanya.
Kalian
berfikir kenapa aku tidak langsung saja menyatakan perasaanku padanya?
Oh
ayolah, menyatakan perasaan tidak semudah bayangannya.
Kubiarkan
itu berjalan mengikuti arus seperti air mengalir.
.
.
.
.
Sore
menjelang malam itu, mati lampu. Aku sedang berada diluar rumah. Jalanan tidak
terlalu gelap karena beberapa lampu toko menggunakan proyektor atau apalah itu
namanya. Tetapi setelah berbelok ke gang-gang sempit. Gelapnya mulai terlihat.
Dan aku tak yakin melanjutkan perjalanan menuju rumahku atau tidak.
Tak
jauh dari tempatku aku melihat sosok namja yang sangat kukenal, sedang
mengeluarkan motornya dari sebuah parkiran. Seketika ujung bibirku terangkat
membentuk sebuah senyuman. Dia Kris. Aku berlari kecil dan memanggilnya.
“Sha
Na?”
“Hai,
kau dari mana?” tanyaku mencoba bersikap biasa, padahal dalam hatiku sudah
disko.
“Ah,
aku dari kampus..”
“Malam
begini kau baru pulang?”
“Barusan
aku berlatih basket” Jawabnya. Oh jika kau mendengar suaranya saat itu,
entahlah aku akan mengatakannya bagaimana, berat, dalam dan seksi.
Aku
mengangguk, lalu sempat terjadi keheningan. Aku sedikit gusar lalu memecahkan
keheningan.
“Ehm,
kalau begitu aku duluan saja, hati-hati ya pulangnya.” Ucapku sambil tersenyum.
Baru saja dua langkah menjauhinya, sebuah suara menghentikanku.
“Mau
kuantar?”
Aku
terdiam sebentar, sedikit meyakinkan telingaku kalau yang kudengar tidak salah.
“Mau
kuantar sampai rumahmu?” tanyanya lagi.
“Hah?
Apa?” Oh, Sha Na, kau tidak selemot itu, please.
Aku
sempt berpikir sejenak. Lalu menggeleng pelan.
“Ah,
tidak usah, ini sudah malam.” Halah, sok jual mahal.
“Justru
karena ini sudah malam, mana mati lampu pula. Memang kau berani?” Ucapnya, aku
dapat melihat ia sedikit senyum meremehkan. Tapi oh lihatlah dia begitu
menawan.
Aku
mengangguk, Hei kesempatan tidak akan datang dua kali!!
Kami
langsung tancap gas menuju rumahku. Benar ternyata gelap sekali. Aku menikmati
bagaimana aku duduk dibelakangnya seperti ini, menikmati angin malam yang dingin
menyentuh permukaan kulitku yang tidak tertutup jaket.
Aku
tiba-tiba saja mencondongkan badanku dan mendekatkan kepalaku padanya.
“Saranghae,
Kris, jeongmal saranghae” ucapku berbisik. Tidak yakin ia akan mendengarnya
karena suara mesin motor lebih dominan.
.
.
.
.
Aku
sedang duduk di taman belakang berkutat dengan laptopku. Perhatianku teralihkan
ketika mengetahui sebuah motor yang terlihat familiar berhenti di parkiran
didepanku. Aku memperhatikannya sampai orang itu membuka helmnya.
Rambut
keemasan itu ia kibaskan, lalu bergerak karena hembusan angin yang cukup
kencang. Oh god, is he an angel? Aku memperhatikannya tanpa berkedip. Sampai ia
turun dari motornya dan untung saja aku lebih cepat mengontrol diriku lagi. Aku
kembali –pura-pura- sibuk dengan laptopku. Sampai sebuah panggilan yang
kuharapkan membuatku beralih dari kesibukan bohongan itu.
“Sedang
apa disini?” Tanyanya.
“Online..”
Jawabku singkat, bahkan terlalu singkat mendekati kaku. Menutupi sesuatu yang
ingin meledak didada itu tidak mudah.
Ia
hanya tersenyum dan mengangguk pelan, lalu berlalu. Aku memandangnya sampai ia
menghilang dibalik pintu.
Aku
kembali dengan laptopku sambil mengulum senyum.
“AAAAHHH
AKU SENANG SEKALIIIII!!!” teriakku tiba-tiba. Tidak tahu malu. Beberapa orang
yang duduk disekitarku melihatku dengan tatapan heran. Dan aku tidak peduli.
Cinta
itu gila.
.
.
.
.
“Sha
Na? Kau sakit? Kuantar ke ruang kesehatan.”
.
.
“Aku
akan mengajarkan basket kalau kau mau.”
.
.
“Aku
belum mengerti yang ini, bisa kau membantuku?”
.
.
“Hahaha,
kau malah terlihat lebih tua dari usiamu!”
.
.
“Cokelat
lagi yang kau makan, nanti gendut”
.
.
.
Beberapa
penggal kisah manis itu seperti film yang berputar dikepalaku. Singkat, namun
dampaknya besar bagiku. Meskipun ia cenderung sering bersikap dingin. Dan hal
kecil yang terjadi diantara kita, itu sudah lebih dari cukup.
Sampai
ketika 21 Mei 2013 itu terjadi, flashback itu kembali berputar dikepalaku
hingga aku merasa pusing.
“Sudah
saatnya kau tahu, Sha Na.”
.
“Aku
tak tahu bagaimana sebenarnya kehidupan cintanya. Tiap kali dia bercerita
tiba-tiba saja isi ceritanya ia sudah putus, atau ketika ia bermasalah. Tetapi
aku tidak tahu kalau ia berpacaran atau tidak.”
“Dia
selalu bilang padaku, ‘jangan pernah bicarakan aku dan ‘dia’ dihadapan Sha Na.
Aku tak ingin Sha Na tersinggung’.”
“Tetapi
aku tidak tahu siapa yang dimaksud ‘dia’ itu.”
“Aku
tidak tahu selama ini dia sempat berpacaran atau tidak. Hanya, dia tahu bahkan
sangat tahu kalau kau mencintainya, Sha Na.”
“Lantas,
apa arti diriku baginya?” tanyaku.
“Maaf
Sha Na, aku pun tidak tahu..”
“lalu
selama ini jika ia memang tahu benar kalau aku mencintainya, ia anggap aku apa
kalau ia tetap berpacaran dengan orang lain?”
“Aku..
tidak tahu, Sha Na”
“Memang,
aku tidak pernah mengungkapkannya. Memang salahku tidak pernah menyatakannya. Tetapi
setidaknya dia tahu kan? Lalu kenapa juga ia menjaga perasaanku dengan jangan
membicarakan dia dan dia padaku, kalau dia hanya memberikan kepastian yang
tidak pasti.”
“Sha
Na, maaf... aku tidak tahu..”
Aku
memejamkan mataku, penggalan obrolanku dengan seorang teman tadi kembali
memenuhi kepalaku.
Jadi
selama ini, meskipun ia tahu kalau aku mencintainya, dia tetap menjalin cinta dengan orang lain?
Wajar
sih memang, dia juga punya orang yang disukai juga kan?
Dan
Selama 1 tahun 7 bulan aku baru mengetahui hal itu, entah mereka yang pandai
menutupinya atau aku yang terlalu tidak peka?
Aku
pun berfikir kalau aku terlalu percaya diri. Dia tahu aku mencintainya tetapi
ia sama sekali tidak meresponnya kan? Sikapnya padaku juga sama saja dengan
memperlakukan teman-temannya yang lain juga kan? Dan aku mengartikannya salah.
Aku terlalu percaya diri.
Oh
ayolah.. apa hakku juga melarangnya menyukai orang lain dan berpacaran. Aku
bukan siapapun baginya.
Tapi
apa maksudnya dengan “Takut Sha Na tersinggung”?
Apa
dia hanya ingin mempertahankan seseorang yang menyukainya tanpa memberikan
kepastian sedangkan ia bisa menemukan cintanya? Lalu aku ini apa? Hanya
berstatus ‘orang yang menyukainya’ kah? Tidakkah ia berfikir memberikan balasan
padaku? Jika ia menolak pun aku terima, karena itu sebuah kepastian.
Tetapi
jika mengingat “takut Sha Na tersinggung” itu, kupikir ia ingin
mempertahankanku sebagai ‘orang yang menyukainya’ saja kan?
Aku
tahu niatnya baik, dia tak ingin membutku tersinggung, tetapi malah
menyakitiku. Seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa.
Dan
sekarang pun aku tidak tahu bagaimana lagi perasaanku padanya. 1 tahun 7 bulan
itu sangat lama dan tidak mudah menghapus perasaan yang tumbuh selama itu.
1
tahun 7 bulan itu aku menyimpan perasaan yang membuatku senang.
1
tahun 7 bulan itu aku membiarkan semuanya mengalir.
1
tahun 7 bulan itu aku merasa senang dengan kejadian kecil tapi manis menurutku.
Dan
ketika semuanya terungkap, 1 tahun 7 bulan itu rasanya hanya lembaran usang
yang tidak berarti, dan sebentar lagi akan melebur menjadi debu.
Tapi
aku pun tidak tahu bagaimana perasaan ku sekarang. Aku merasa benci pada Kris.
Kesal pada Kris. Rasanya tidak ingin bertemu dengannya lagi.
Tetapi
sayang, rasanya sesuatu yang tumbuh selama 1 tahun 7 bulan itu lebih
mendominasi.
Aku
mencintai Kris.
Aku
menyayangi Kris.
Aku
mencintai Kris, sangat mencintai Kris.
Cinta
itu buta, dan aku merasakannya sekarang.
.
.
.
Aku
beranjak dari dudukku dan membereskan tisu yang berserakan di sekitarku.
Memasukkannya ke tong sampah dan segera beranjak ke kamar mandi. Kubasuh
wajahku dengan air yang terasa lebih dingin dari biasanya. Oh, kantung mataku
rasanya perih. Kukeringkan wajahku dengan lembut menggunakan handuk.
Kelopak
mataku bengkak dan memerah, mataku sayu dan redup. Pipi sembab dengan sedikit
garis membentuk kantung mata kehitaman menghiasi bagian atasnya. Aku menghela
nafas menyaksikan sosok yang ditampilkan cermin dihadapanku ini. Aku melempar
handukku paksa dan membanting tubuhku di tempat tidur. Berharap ini hanya mimpi
dan ketika terbangun nanti kuharap aku tidak pernah menyukai seseorang bernama
Kris.
.
.
.
.
.
END
Maaf
untuk suasana suramnya.. hehe
Akhir
kata,
Saya
sedang galau
Berniat
menghibur saya?
Komentar
readers sudah sangat menghibur hehe :P
Gomawo
sudah baca..
sabar ya say.. :(
BalasHapusfeel like a fool..
BalasHapuspada awalnya kekecewaan tu, rasa sakit itu, luka tu, pasti teramat dalam... namun seiring berjalannya waktu, qt kan sadar dan bersyukur pernah merasakan segalanya.. dan tu semua mnjdikan kita semakin kuat, keep strong girl!! :)
hahaa setelah nulis ini jadi lega
Hapusmakai udah baca..
ahh, dia ngasih harapan.
BalasHapustapi harapan itu kosong. kejam.
bagus deh ff nya :)
berhasil buat aku ikutan galau ..
makasih, :)
Hapushaha emang gitu ceritanya
janganngalau juga dong hehe
makasi udah bacaa
😊
Php dihh -.- sabar yaa eonni sabar...
BalasHapus